Persepsi dan Perilaku Masyarakat Terhadap Sampah di Indonesia: Tantangan dan Peran Unilever dalam Pembinaan Bank Sampah
Esai Ujian Akhir Semester
Thoriq Safrizal
NIM : 22310410084
Indonesia, termasuk Yogyakarta dan kota-kota besar lainnya, menghadapi tantangan serius terkait pengelolaan sampah. Meskipun pemerintah telah mendirikan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), jumlah sampah yang terus bertambah dan sistem pengolahan yang belum optimal masih menyebabkan permasalahan lingkungan yang signifikan. Meskipun sudah ada undang-undang yang mengatur pengelolaan sampah, implementasinya masih menemui hambatan, terutama dalam hal partisipasi masyarakat.
Aspek sosial budaya menjadi kunci dalam memahami mengapa masyarakat sering
kali "membangkang" terhadap perintah undang-undang terkait pengolahan
sampah. Persepsi masyarakat terhadap sampah sering kali menjadi faktor penentu
dalam perilaku mereka terhadap pengelolaan sampah. Untuk memahami hubungan
antara persepsi dan perilaku, kita dapat melihat studi kasus tentang bagaimana
masyarakat di suatu wilayah mengatasi masalah lingkungan, seperti yang terjadi
di Bangsring, Banyuwangi, Jawa Timur.
Dalam kasus Bangsring pada tahun 1970-an, terumbu karang mengalami
kerusakan parah karena praktik penangkapan ikan yang merusak lingkungan.
Seorang nelayan di kawasan tersebut memiliki persepsi yang berbeda dari
kebanyakan. Ia melihat terumbu karang sebagai kunci untuk meningkatkan
pendapatan dan menjaga lingkungan dengan cara menanam kembali terumbu karang.
Meskipun masyarakat sekitar memiliki persepsi yang beragam tentang kondisi
lingkungan, perbedaan persepsi ini membawa pada perilaku yang berbeda pula. Ada
yang pro lingkungan, seperti nelayan yang berusaha melestarikan terumbu karang,
dan ada yang merusak lingkungan karena melihatnya sebagai hambatan atau
pekerjaan yang memakan waktu.
Persepsi terhadap lingkungan hidup adalah hasil dari cara individu
memahami dan menerima stimulus lingkungan yang dihadapinya. Setiap individu
memiliki pengalaman, nilai-nilai, dan latar belakang budaya yang memengaruhi
cara mereka mempersepsikan lingkungan. Dalam konteks pengelolaan sampah di
Indonesia, persepsi terhadap sampah juga dapat dipahami melalui lensa ini.
Perilaku masyarakat terhadap sampah mencerminkan dinamika antara persepsi,
nilai-nilai budaya, dan kebutuhan ekonomi. Banyak orang melihat sampah sebagai
masalah yang mengganggu, dan pengolahan sampah dianggap sebagai tugas yang
merepotkan. Dalam kondisi ekonomi yang sulit, kebanyakan masyarakat lebih fokus
pada pemenuhan kebutuhan dasar mereka daripada pada upaya pelestarian
lingkungan.
Namun, untuk mengatasi masalah ini, langkah konkret perlu diambil. Salah
satu contoh perusahaan yang berperan aktif dalam mengubah paradigma masyarakat
terhadap sampah di Indonesia adalah Unilever. Perusahaan ini tidak hanya
melibatkan diri dalam mematuhi peraturan terkait lingkungan, tetapi juga
terlibat dalam pembinaan bank sampah sebagai bagian dari tanggung jawab sosial
perusahaan (CSR) mereka.
Unilever dan Peran Mereka dalam Pembinaan Bank Sampah
Piramida Carroll adalah sebuah model yang dapat digunakan untuk memahami
dan mengevaluasi tanggung jawab sosial suatu perusahaan. Model ini mencakup
empat tingkatan tanggung jawab: ekonomi, hukum, etika, dan filantropi. Dalam
konteks Unilever dan pembinaan bank sampah, mari kita lihat bagaimana
perusahaan ini berperan dalam masing-masing tingkatan.
·
Tanggung Jawab Ekonomi:
Unilever, sebagai perusahaan multinasional, memiliki tanggung jawab ekonomi
untuk menciptakan lapangan kerja, membayar pajak, dan memberikan kontribusi
positif terhadap perekonomian negara. Dengan terlibat dalam pembinaan bank
sampah, Unilever menciptakan peluang ekonomi baru untuk masyarakat setempat.
Bank sampah dapat menjadi sumber pendapatan bagi warga yang terlibat dalam
kegiatan pengumpulan dan pengolahan sampah.
·
Tanggung Jawab Hukum: Unilever
tunduk pada berbagai regulasi dan undang-undang terkait lingkungan dan
pengelolaan sampah. Dengan membina bank sampah, Unilever tidak hanya memenuhi
kewajiban hukumnya tetapi juga menciptakan inisiatif yang mendukung upaya
pemerintah dalam mengatasi masalah sampah.
·
Tanggung Jawab Etika: Unilever
memiliki tanggung jawab etika untuk bertindak secara adil dan berkelanjutan.
Dalam konteks ini, perusahaan tersebut tidak hanya memproses produk secara etis
tetapi juga terlibat dalam kegiatan yang mendukung pemulihan dan pelestarian
lingkungan. Membantu masyarakat setempat membina bank sampah adalah langkah
etis untuk mengurangi dampak sampah terhadap lingkungan.
·
Tanggung Jawab Filantropi: Di
tingkat filantropi, Unilever berkontribusi pada pembinaan bank sampah sebagai
bentuk dukungan sosial. Mereka tidak hanya memberikan bantuan finansial tetapi
juga berbagi pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan efisiensi dan
keberlanjutan bank sampah.
Manfaat Pembinaan Bank Sampah oleh Unilever
·
Peningkatan Kesadaran Masyarakat: Dengan
membina bank sampah, Unilever membantu meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang pentingnya pengelolaan sampah. Masyarakat menjadi lebih teredukasi
tentang cara memilah sampah, mendaur ulang, dan menjaga lingkungan.
·
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Lokal:
Pembinaan bank sampah menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat lokal. Warga
yang terlibat dalam kegiatan ini dapat mendapatkan penghasilan tambahan dari
penjualan barang daur ulang.
2. Peran Unilever dalam Pembinaan Bank Sampah: Analisis Melalui Piramida
Carroll
Piramida Carroll adalah kerangka kerja etika bisnis yang mengidentifikasi
dan mengukur tanggung jawab sosial perusahaan dalam lima tingkatan: ekonomi,
hukum, etika, kegiatan sukarela, dan tanggung jawab filantropi. Dalam konteks
peran Unilever dalam pembinaan bank sampah, kita dapat menganalisis kontribusi
perusahaan ini melalui setiap tingkatan dalam Piramida Carroll.
1. Tanggung Jawab Ekonomi:
Tanggung jawab ekonomi mengacu pada kewajiban perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan dan memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan
ekonomi. Unilever, sebagai perusahaan konsumen global, memiliki peran
signifikan dalam menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan
masyarakat, dan memberikan kontribusi pada ekonomi Indonesia.
Dalam konteks pembinaan bank sampah, Unilever melibatkan masyarakat lokal
untuk menjadi bagian dari rantai nilai ekonomi melalui pengelolaan sampah. Ini
menciptakan peluang ekonomi baru, terutama bagi mereka yang terlibat dalam
kegiatan bank sampah, seperti pengumpulan, pemilahan, dan daur ulang sampah.
2. Tanggung Jawab Hukum:
Tanggung jawab hukum mencakup kepatuhan perusahaan terhadap hukum dan
regulasi yang berlaku. Unilever telah berperan aktif dalam mematuhi peraturan
terkait lingkungan dan pengelolaan sampah di Indonesia. Kolaborasi dengan
pemerintah daerah dan lembaga terkait menjadi bagian integral dari upaya mereka
untuk beroperasi sesuai dengan hukum yang berlaku.
Penting untuk dicatat bahwa dalam konteks tanggung jawab hukum, Unilever
juga berfokus pada mengurangi dampak lingkungan dan memastikan bahwa kegiatan
mereka sejalan dengan regulasi lingkungan yang ada. Mereka mungkin terlibat
dalam inisiatif penurunan emisi karbon, penggunaan bahan baku yang
berkelanjutan, dan langkah-langkah lain untuk meminimalkan jejak lingkungan.
3. Tanggung Jawab Etika:
Tanggung jawab etika mencakup keputusan dan tindakan perusahaan yang
mencerminkan norma-norma moral dan prinsip etika. Unilever, melalui pembinaan
bank sampah, dapat dianggap memenuhi kriteria tanggung jawab etika ini. Mereka
tidak hanya mengelola sampah secara efisien tetapi juga berkontribusi pada
perubahan perilaku masyarakat terkait pengelolaan sampah.
Pentingnya pendekatan berkelanjutan dan peduli lingkungan dalam kegiatan
Unilever menunjukkan komitmen perusahaan terhadap etika bisnis yang lebih
tinggi. Pengelolaan sampah yang bertanggung jawab adalah cermin dari
nilai-nilai perusahaan terkait keberlanjutan dan tanggung jawab terhadap
generasi mendatang.
4. Tanggung Jawab Kegiatan Sukarela:
Tanggung jawab kegiatan sukarela mencakup inisiatif yang dilakukan di luar
kewajiban hukum dan ekonomi. Unilever, melalui pembinaan bank sampah, dapat
dilihat sebagai pelaku utama dalam kegiatan sukarela yang memberikan dampak
positif pada masyarakat dan lingkungan.
Contoh konkret dari kegiatan sukarela ini adalah investasi Unilever dalam
pendidikan dan pelatihan terkait pengelolaan sampah. Pelatihan ini dapat
mencakup teknik pengelolaan sampah, aspek kebersihan lingkungan, dan kemampuan
lain yang diperlukan untuk mengelola bank sampah dengan efektif. Langkah ini
melampaui kebutuhan dasar bisnis dan menciptakan nilai tambah untuk masyarakat
setempat.
5. Tanggung Jawab Filantropi:
Tanggung jawab filantropi adalah kontribusi perusahaan untuk kepentingan
sosial dan kemanusiaan tanpa mengharapkan imbalan finansial. Dalam hal ini,
Unilever, melalui pembinaan bank sampah, dapat dianggap sebagai filantropis
karena memberikan dukungan dan sumber daya untuk kegiatan yang melebihi
kewajiban bisnis mereka.
Dukungan finansial dan non-finansial Unilever terhadap bank sampah
menciptakan dampak jangka panjang pada tingkat sosial dan lingkungan. Ini
mencakup pemberdayaan masyarakat, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan
kesadaran akan pentingnya pengelolaan sampah.
Tantangan dan Peluang untuk Masa Depan:
Meskipun kontribusi positif Unilever dalam pembinaan bank sampah,
tantangan yang muncul tidak dapat diabaikan. Perubahan regulasi, keberlanjutan
keuangan, dan resistensi sosial budaya dapat menjadi hambatan dalam mencapai
tujuan pembinaan bank sampah.
Untuk mengatasi tantangan ini, Unilever dapat mengambil pendekatan
holistik. Ini melibatkan kemitraan yang lebih erat dengan pemerintah untuk
membentuk kebijakan yang mendukung, inovasi dalam model bisnis untuk memastikan
keberlanjutan finansial, dan upaya berkelanjutan untuk membangun kesadaran dan
partisipasi masyarakat.
Pentingnya evaluasi berkelanjutan dalam mengukur dampak pembinaan bank
sampah juga perlu diperhatikan. Evaluasi ini dapat membantu Unilever
memperbaiki dan mengoptimalkan program mereka, memastikan bahwa setiap langkah
yang diambil memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat dan lingkungan.
Kesimpulan:
Unilever, melalui pembinaan bank sampah, telah memainkan peran yang
signifikan dalam mengelola sampah secara berkelanjutan. Dengan memerhatikan
setiap tingkatan dalam Piramida Carroll, perusahaan ini tidak hanya memenuhi
kewajiban ekonomi dan hukum tetapi juga memberikan kontribusi positif terhadap
etika bisnis, kegiatan sukarela, dan tanggung jawab filantropi.
0 komentar:
Posting Komentar