DARURAT PENGELOLAAN SAMPAH
Psikologi Lingkungan Essay Ujian Akhir Semester
Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta MA
CELYN INTANG AULIA
21310410169
Fakultas Psikologi Proklamasi 45
Yogyakarta
Sampah di Indonesia yang menumpuk merupakan masalah
serius. Penuhnya kapasitas tempat pembuangan akhir (TPA) menjadi penanda bahwa
pengelolaan sampah di Indonesia berada dalam titik kritis. Salah satu penyebab
meluapnya sampah di TPA karena banyaknya timbulan atau produksi sampah yang
terus meningkat dan sulit terbendung. Pengelolaan sampah yang belum optimal
sehingga menyebabkan sejumlah persoalan lingkungan, kebersihan, dan kesehatan. Salah
satu kasus yang terjadi di TPA Piyungan, Bantul, Yogyakarta. Saat ini TPA
tersebut sudah ditutup karena kapasitas sampah yang ditampung sudah melebihi
batas. Dari kasus penumpukan sampah yang ada, masyarakat dituntut untuk
membantu menumbuhkan persepsi lingkungan.
Persepsi terhadap lingkungan hidup adalah cara-cara individu memahami dan menerima stimulus lingkungan yang dihadapinya (Shinta, 2013). Penerimaan setiap individu dalam mengatasi masalah akan berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan. Begitu juga dengan permasalahan sampah ini. Setiap individu berbeda dalam bertanggung jawab atas sampah yang mereka miliki. Setiap individu memandang berbeda dalam persepsi lingkungan sehingga membentuk tindakan yang berbeda baik yang menguntungkan maupun merugikan lingkungan.
Pada
Bagan 1 menunjukan bahwa persepsi individu dalam mengatasi sampah dibagi
menjadi dua yaitu dalam batas optimal/normal dan diluar batas optimal/normal. Sampah
yang masih dalam batas optimal/normal setiap individu dapat menangani dan
mengatasi dengan baik sehingga keadaan individu menjadi stabil atau tidak cemas
atau tidak depresi atau disebut sebagai homeostatis. Individu yang merasa
nyaman, maka ia akan berusaha untuk mempertahankan situasi ini. Tindakan ini
seperti menyapu, membersihkan, mencuci.
Persepsi
diluar batas optimal atau normal adalah kondisi individu tidak dapat menangani
permasalahan sampah di sekitar. Volume sampah yang dihasilkan setiap harinya
akan terus meningkat dan akan menumpuk. Tindakan dalam
mengatasi masalah yang ada disebut dengan coping
behavior. Menurut kamus lengkap psikologi coping behavior adalah tingkah laku atau tindakan penanggulangan;
sembarang perbuatan, dalam mana individu melakukan interaksi dengan lingkungan
sekitarnya, dengan tujuan menyelesaikan sesuatu (tugas, masalah) (Chaplin,
2004). Apabila usaha individu mengatasi stres
itu sukses maka ia telah melakukan adaptasi (penyesuaian diri, mengubah diri
agar sesuai dengan lingkungan) atau melakukan adjustment (mengubah lingkungan
agar sesuai dengan dirinya). Penerapan coping
stress ini adalah dengan melaksanakan program 3R (Reduse, Reuse, dan Recycle).
Reduse merupakan tindakan mengurangi
dalam menghasilkan sampah, contoh perilakunya adalah mengurangi penggunaan
plastik, seperti membungkus makanan dengan daun, menggunakan botol minuman
sendiri. Reuse merupakan tindakan
menggunakan kembali, contoh perilakunya adalah menggunakan botol plastik bekas
untuk media tanam. Recycle merupakan
tindakan mendaur ulang, contoh perilakunya adalah pembuatan pupuk kompos dari
sampah daur ulang. Perilaku adjusment merupakan tanda bahwa manusia tidak mau
begitu saja tunduk pada gejala-gejala alam. Apabila dalam mengatasi stress terhadap sampah
ternyata gagal dan kegagalan itu terjadi berulang kali, maka situasi ini
individu akan mengalami stress. Stres yang terjadi pada individu merupakan
masalah serius yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental.
Dalam
penerimaan persepsi setiap individu akan berbeda dengan indvidu lainnya dan
menghasilkan stimulus yang berbeda juga. Lingkungan sosial sangatlah berpengaruh terhadap persepsi
masyarakat terhadap sampah. Masyarakat yang tidak melakukan pengelolaan sampah
telah melanggar UU No 18 Tahun 2008. Perbedaan persepsi ini terjadi karena ada
lima faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan persepsi yaitu budaya, status
sosial ekonomi, usia, agama, dan interaksi antara peran gender, desa/kota, dan
suku (Sarwono, 1995). UU No 18 Tahun 2008 mengatur tentang pengelolaan sampah.
Pengelolaan sampah yang kurang terjadi karena beberapa faktor, yaitu:
-Kurangnya kesadaran masyarakat tentang sampah dan pengelolaannya dapat menyebabkan ketidakpedulian. Kurangnya kesadaran dapat terjadi karena pendidikan dan informasi yang kurang. Tingkat pemahaman masyarakat terhadap dampak negatif dari kurangnya pengelolaan sampah, pemilahan sampah, dan daur ulang sampah masih rendah.
-Budaya mengabaikan sampah di lingkungan sosial sekitar sangat berpengaruh. Beberapa masyarakat memiliki budaya yang kurang peduli terhadap sampah. Sikap mengabaikan sampah dapat mengakibatkan perilaku sembarangan dalam pembuangan sampah.
-Ketidakpastian aturan dan penegakan hukum yang kurang menjadi salah satu faktor yang berpengaruh selanjutnya. Penegakan hukum terhadap pelanggaran UU pengelolaan sampah tidak konsisten, masyarakat mungkin memiliki persepsi bahwa melanggar aturan tersebut tidak akan mendapatkan konsekuensi serius.
-Kondisi ekonomi yang sulit dalam pengelolaan sampah yang efektif seringkali memerlukan biaya, terutama terkait dengan pengumpulan dan pengolahan sampah. Masyarakat akan memenuhi kebutuhan dasar dan mengganggap masalah sampah sebagai tanggung jawab pemerintah.
-Kurangnya edukasi terhadap masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah dan cara yang benar.
-Kurangnya sarana dan prasarana pengelolaan sampah, seperti tempat pembunagan sampah yang sesuai, minimnya fasilitas daur ulang, dapar membuat masyarakat sulit untuk mempraktikkan pengelolaan sampah yang baik.
Pada aspek edukasi terhadap masyarakat, perusahaan Unilever sudah membantu pemerintah dan mendorong masyarakat untuk peduli sampah melalui pembinaan bank sampah. Sejalan dengan upaya pemerintah, Unilever Indonesia berkolaborasi dengan Google mendampingi pebisnis bank sampah untuk mendaftarkan diri di platform Google My Business. Informasi mengenai bank sampah akan muncul saat pengguna mencari nama bisnis atau nama bidang usaha di search engine dan google maps (Unilever, 2020). Perusahaan akan terus memantau dan mengajak lebih banyak lagi bank sampah untuk bergabung, sehingga mereka dapat memanfaatkan teknologi digital dalam mengambangkan usaha. Perusahaan juga harus memperhatikan empat tingkat tanggung jawab, yaitu ekonomi, hukum, etika, dan filantropi atau yang biasa disebut dengan Piramida Carroll atau Corporate Social Responsibility. Carroll (1991) menyatakan bahwa piramida meliputi seluruh perspektif dari apa yang masyarakat harapkan lewat sebuah perusahaan, baik secara ekonomi maupun sosial.
1.
Tanggung Jawab
Ekonomi
Unilever sebagai
perusahaan memiliki tanggung jawab ekonomi untuk menciptakan nilai ekonomi,
menciptakan lapangan kerja, dan memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
Melalui program pembinaan bank sampah, Unilever dapat menciptakan peluang
pekerjaan dan memajukan ekonomi masyarakat lokal.
2.
Tanggung Jawab
Hukum
Unilever harus mematuhi
semua hukum dan peraturan yang berlaku dalam wilayah operasionalnya. Dalam konteks
pembinaan bank sampah, Unilever perlu memastikan bahwa kegiatan tersebut sesuai
dengan peraturan pengelolaan sampah dan lingkungan yang berlaku.
3.
Tanggung Jawab
Etika
Unilever, sebagai
bagian dari tanggung jawab etika, harus menjalankan operasinya dengan
mempertimbangkan nilai-nilai moral dan etika. Dalam pembinaan bank sampah,
Unilever dapat memastikan bahwa hubungannya dengan masyarakat lokal bersifat
adil, transparan, dan berkelanjutan.
4.
Tanggung Jawab
Filantropi
Pada tingkat
filantropi, Unilever dapat memberikan dukungan lebih dari yang diwajibkan oleh
hukum atau etika. Dalam konteks ini, Unilever dapat memberikan dukungan
finansial, pelatihan, atau sumber daya lainnya kepada bank sampah dan
masyarakat setempat sebagai bentuk kontribusi positif yang tidak hanya bersifat
wajib.
Dengan
demikian, melalui pembinaan bank sampah, Unilever dapat mencakup berbagai aspek
tanggung jawab sosial perusahaan, mulai dari aspek ekonomi hingga filantropi.
Program ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga mendukung
praktik bisnis yang etis dan berkelanjutan serta memberikan kontribusi positif
pada lingkungan dan masyarakat lokal.
Daftar
Pustaka
Carroll.
(1991). The Pyramid of Corporate Social
Resposibility: Toward the Moral Management of Organizational Stakeholders.
Bussiness Horizons, 34, 39-48.
Chaplin, J. P. (2004). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta:
Rajawali Pers.
Sarwono, S. W.
(1995). Psikologi lingkungan. Jakarta: Grasindo & Program
Pascasarjana Prodi Psikologi UI.
Shinta,
Arundati. (2013). Persepsi Terhadap Lingkungan. Fakultas Psikologi Universitas
Proklamasi 45 Yogyakarta. http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/04/persepsi-terhadap-lingkungan.html
Unilever. (2020). Unilever
Indonesia Ungkap Potensi Rantai Nilai Daur Ulang Sampah Plastik. Jakarta. http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/04/persepsi-terhadap-lingkungan.html









0 komentar:
Posting Komentar