JAGA LINGKUNGANMU NYAMAN HIDUPMU
Psikologi Lingkungan Essay Ujian Akhir Semester
Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta, M.A.
Disusun Oleh
Yousin Gunawan Putra
21310410197
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
2023
Yogyakarta dan banyak kota besar di Indonesia, sekarang ini sedang dilanda oleh ‘musibah’ yang disebabkan oleh sampah dalam jumlah yang tidak berhingga. Sudah banyak TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dan TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) yang didirikan Pemerintah Daerah, namun sampah tetap saja berlimpah-ruah karena sistem pengolahannya hanya ditumpuk begitu saja di TPA dan TPST (open dumping). Semakin banyak penduduk, semakin banyak pula sampah yang dihasilkan dan semakin TPA dan TPST cepat penuh. Untuk mengatur perilaku masyarakat agar mereka peduli pada sampahnya serta mau mengolahnya secara ramah lingkungan, telah lahir Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah. Anehnya, masyarakat enggan melaksanakan ‘perintah’ undang-undang tersebut. Dari aspek sosial budaya, ‘pembangkangan’ masyarakat tersebut bisa dijelaskan melalui persepsi masyarakat terhadap perilaku mereka. Persepsi terhadap lingkungan hidup adalah cara-cara individu memahami dan menerima stimulus lingkungan yang dihadapinya. Proses pemahaman tersebut menjadi lebih mudah karena individu mengaitkan objek yang diamatinya dengan pengalaman tertentu, dengan fungsi objek, dan dengan menciptakan makna-makna yang terkandung dalam objek itu. Penciptaan makna-makna itu terkadang meluas, sesuai dengan kebutuhan individu (Fisher, Bell, & Baum, 1984).
Menurut Paul dkk (dalam Sarwono, 1995) persepsi seorang individu menunjukkan bahwa individu menghadapi/mengamati dan ingin memahami suatu objek fisik yang ada di lingkungannya. Apabila lingkungan tersebut dipersepsikan hampir sama dengan lingkugan sebelumnya, maka penyesuaian dirinya berlangsung cepat dan mulus. Dalam situasi homeostatis, individu akan merasa nyaman dan ia akan berusaha untuk mempertahankan situasi itu. Apabila situasi baru yang dihadapi individu ternyata sangat berbeda dengan situasi-situasi yang pernah dialaminya (membuang sampah sembarangan dan tidak mengolah sampah), maka individu mungkin akan mempersepsikan bahwa situasi baru itu di luar batas optimal. Menghadapi sampah dan tidak mengolahnya membuatnya stress, sehingga ia berusaha untuk mengatasi stress tersebut (coping behavior). Apabila usaha individu mengatasi stress itu sukses maka ia telah melakukan adaptasi (penyesuaian diri, mengubah diri agar sesuai dengan lingkungan) atau melakukan adjustment (mengubah lingkungan agar sesuai dengan dirinya).
Contoh perilaku adaptasi itu antara lain menjadikan sampah yang sudah dibuang menjadi barang berharga dan bermanfaat. Apabila pengalaman berhasil mengatasi stress ini terjadi berulang-ulang, maka toleransi individu terhadap kegagalan menjadi rendah. Apabila usaha individu dalam mengatasi stress ternyata gagal dan bila kegagalan itu berulang kali terjadi, maka situasi itu merupakan kondisi bagi individu meyakinkan dirinya bahwa ia memang orang yang tidak mampu. Kegagalan terus-menerus membuat individu percaya bahwa ia memang dilahirkan dengan kemampuan yang rendah dalam mengatasi hambatan lingkungan hidup. Ketika membahas persepsi terhadap keadaan hidup, fokus utamanya adalah pada perilaku coping dan upaya individu untuk mengatasi stres akibat situasi lingkungan yang tidak menyenangkan. Pengetahuan tentang perilaku manajemen stres penting untuk berbagi pengalaman agar kita semua dapat berpikir berbeda ketika menghadapi tantangan akibat keadaan hidup yang tidak menyenangkan.
Unilever mendukung pemerintah daerah dan mendorong masyarakat untuk mengelola sampah dengan membuat kantong sampah. Selain itu, Unilever Indonesia juga bermitra dengan platform Google Business untuk mempromosikan keberadaan dan tanggung jawab kantong sampahnya melalui saluran digital. Inisiatif Unilever memproduksi kantong sampah lokal melalui Carroll’s Pyramid. Unilever adalah perusahaan besar dengan tanggung jawab sosial perusahaan.
1. Tanggung jawab ekonomi
Tingkat pertama dan terpenting dalam piramida adalah tanggung jawab ekonomi Unilever. Model tanggung jawab sosial perusahaan dirancang untuk mendukung bisnis dalam jangka panjang sekaligus memenuhi persyaratan etika, kemanusiaan, dan hukum. Perusahaan yang menyesuaikan proses manufakturnya dengan menggunakan produk daur ulang dan mengurangi biaya material adalah contoh perusahaan yang layak secara ekonomi.
2. Tanggung jawab hukum
Setelah perusahaan memenuhi tanggung jawab ekonominya, perusahaan harus memastikan bahwa bisnis yang dikelolanya mematuhi persyaratan hukum terkait. Apabila ada yang meninggal dunia akibat perbuatan suatu organisasi, maka dapat menimbulkan biaya hukum yang sangat besar dan dapat menghancurkan perusahaan.
3. Tanggung jawab etika
Saat ini, aktivitas perusahaan berada di luar persyaratan hukum, etika, dan moral. Contoh praktik bisnis yang etis adalah penggunaan produk-produk bersertifikasi Perdagangan yang Adil.
4. Philantrophic
Ketika fondasi piramida ekonomi, hukum, dan etika sudah ada, perusahaan dapat melanjutkan ke tingkat akhir piramida: tanggung jawab filantropis mereka.
Daftar Pustaka
Caroll, A. B. (1999). Tanggung jawab sosial perusahaan: Evolusi konstruksi definisi . Bisnis & masyarakat, 38(3), 268-295.
Caroll, A. B. (2016). Piramida CSR Carroll: melihat lagi . Jurnal internasional tanggung jawab sosial perusahaan, 1(1), 3.
https://thecsrjournal.in/understanding-the-four-levels-of-csr/ diakses pada Rabu, 27 Desember 2023
Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan. Jakarta: Grasindo & Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI.
0 komentar:
Posting Komentar