Psikologi Lingkungan
Essay Ujian Akhir Semester (UAS)
Oleh: Ahmad Ghozali (19310410031)
Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, M.A.
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Sampah adalah salah satu permasalahan lingkungan yang serius di Indonesia. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada tahun 2022, Indonesia menghasilkan sekitar 36,1 juta ton sampah per tahun, dengan tingkat penanganan sampah yang hanya mencapai 49,3 persen. Sampah yang tidak tertangani dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan, seperti pencemaran udara, air, dan tanah, penyebaran penyakit, bencana banjir, dan pemanasan global.
Untuk mengatasi permasalahan sampah ini, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Undang-Undang ini mengatur tentang asas, tujuan, tugas dan wewenang pemerintah, hak dan kewajiban masyarakat, perizinan, penyelesaian sengketa, pengawasan, dan sanksi terkait dengan pengelolaan sampah. Undang-Undang ini juga mendorong pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan, yaitu dengan mengutamakan pengurangan sampah di sumbernya (reduce), serta pemanfaatan sampah melalui kegiatan penggunaan ulang (reuse), pendauran ulang (recycle), dan pengolahan (recovery).
Namun, masih banyak
orang-orang yang tidak mematuhi UU No. 18/2008 ini. Mereka masih membuang
sampah sembarangan, tidak memilah sampah, tidak mengurangi penggunaan kantong
plastik, dan tidak
mendaur ulang sampah. Perilaku-perilaku ini tentu saja bertentangan dengan
tujuan UU No. 18/2008, yaitu untuk menciptakan lingkungan yang sehat, bersih,
dan lestari.
Lalu, apa yang
menyebabkan orang-orang tersebut membangkang perintah UU No. 18/2008? Salah
satu faktor yang dapat menjelaskan hal ini adalah persepsi terhadap lingkungan. Persepsi adalah proses kognitif yang
melibatkan pengenalan dan interpretasi terhadap rangsangan sensorik yang
diterima individu (Walgio, 2005).
Sedangkan persepsi terhadap
lingkungan hidup adalah cara individu untuk menerima dan memahami stimulus dari
lingkungan yang dihadapinya (Shinta, 2013). Persepsi terbagi menjadi dua macam,
yaitu persepsi
positif dimana individu memberikan respon positif yang diikuti dengan
penerimaan secara baik terhadap obyek,
sedangkan pada persepsi negatif individu akan memberikan respon yang negatif
dan diikuti dengan penolakan terhadap obyek (Mahmud, 1990).
Dalam konteks lingkungan, persepsi
positif yaitu persepsi yang menganggap lingkungan sebagai sesuatu yang penting
dan berharga bagi kehidupan manusia. Orang-orang yang memiliki persepsi positif
cenderung memiliki kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan. Sedangkan persepsi negatif yaitu persepsi yang
menganggap lingkungan sebagai sesuatu yang tidak penting dan tidak berharga
bagi kehidupan manusia. Orang-orang yang memiliki persepsi negatif cenderung
tidak peduli dan tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Dari dua jenis persepsi
tersebut, dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang sering membangkang perintah
UU No. 18/2008 adalah orang-orang yang memiliki persepsi negatif terhadap
lingkungan. Mereka tidak menyadari atau mengabaikan dampak buruk dari perilaku
mereka terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Mereka juga tidak merasa
memiliki kewajiban atau manfaat untuk mengikuti aturan pengelolaan sampah yang
berlaku.
Persepsi negatif dan pelanggaran terhadap peraturan Undang-Undang ini dapat dipengaruhi oleh aspek-aspek pengelolaan sampah yang tidak terpenuhi, antara lain:
- Aspek peraturan: yaitu ketiadaan atau kelemahan dalam penegakan hukum terkait dengan pengelolaan sampah. Hal ini dapat menimbulkan rasa aman atau tidak takut bagi orang-orang yang melanggar aturan pengelolaan sampah.
- Aspek lembaga: yaitu ketidakmampuan atau ketidakpedulian lembaga-lembaga yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah. Kurangnya koordinasi atau kerja sama antara lembaga-lembaga tersebut juga dapat menyebabkan inefisiensi atau inkonsistensi dalam pengelolaan sampah.
- Aspek keuangan: yaitu keterbatasan dana untuk pengelolaan sampah. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan bagi orang-orang dalam mengakses fasilitas-fasilitas pengelolaan sampah, seperti tempat penampungan sementara, tempat pendauran ulang, tempat pengolahan, dan tempat pemrosesan akhir. Selain itu, kurangnya insentif atau kompensasi bagi orang-orang yang melakukan tindakan-tindakan ramah lingkungan juga dapat menyebabkan kurangnya motivasi atau keuntungan bagi mereka.
- Aspek sosial budaya: yaitu kebiasaan atau tradisi yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan. Hal ini dapat menimbulkan resistensi atau penolakan orang-orang terhadap perubahan perilaku dalam pengelolaan sampah. Selain itu, kurangnya kesadaran atau partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah juga dapat menyebabkan kurangnya dukungan atau tekanan sosial bagi orang-orang yang melanggar aturan pengelolaan sampah.
- Aspek teknologi: yaitu keterbelakangan atau ketidaksesuaian teknologi yang digunakan dalam pengelolaan sampah. Hal ini dapat menimbulkan ketidakmampuan atau ketidakamanan bagi orang-orang dalam melakukan tindakan-tindakan ramah lingkungan, seperti mengurangi produksi sampah, memilah sampah, mendaur ulang sampah, dan mengolah sampah.
Sumber Referensi
Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan. (2022). Capaian kinerja pengelolaan sampah. SIPSN. https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/
Mahmud, M. D. (1990). Psikologi
pendidikan. BPFE.
Pemerintah Indonesia. (2012). Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. Jakarta.
Shinta, A. (2013). Persepsi
terhadap lingkungan. Kupasiana. http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/04/persepsi-terhadap-lingkungan.html
Walgio, B. (2005). Pengantar
psikologi umum. Penerbit Andi.
0 komentar:
Posting Komentar