Sabtu, 16 Desember 2023

Kesehatan Mental "Psikoedukasi Anti Perundungan di SMA PIRI 1 YOGYAKARTA"

 

PSIKOEDUKASI ANTI PERUNDUNGAN DI SMA PIRI 1 YOGYAKARTA

“SIKAP ASERTIF DAN KONSEP PENERIMAAN DIRI DALAM MENCEGAH PERILAKU BULLYING

Tugas Psikoedukasi

Mata Kuliah : Kesehatan Mental

Dosen Pengampu : Fx. Wahyu Widiantoro S.Psi., MA

Anggota Kelompok :

Puji Astutik (21310410164)

Indarti Wahyuningsih (21310410052)

Afini Musyarofah Jundi (22310410113)

Irmawati (22310410031)

Oktaviana Wahyuningtyas (22310410106)


Bullying atau perundungan masih menjadi masalah serius yang harus segera ditangani, terutama jika perundungan tersebut terjadi dalam lingkungan pendidikan. Terlebih dengan adanya pemaparan dari Komisioner Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melalui data resminya yang menyatakan bahwa selama  5 tahun terakhir sejak 2016 hingga 2020 ada sebanyak 917 laporan pengaduan tentang kekerasan perundungan anak di sekolah. Laporan tersebut berupa 437 kasus anak sebagai pelaku perundungan dan 480 kasus anak sebagai korban perundungan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah adanya perilaku bullying  di lingkungan pendidikan adalah dengan memberikan sosialisasi dan kegiatan anti perundungan melalui penyuluhan (psikoedukasi) kepada para siswa sekolah. Menurut (Griffith dalam Walsh, 2010) Psikoedukasi bertujuan untuk membantu individu atau kelompok mengembangkan kemampuan diri dan dukungan sosial dalam menghadapi tantangan serta mengembangkan keterampilan coping untuk menghadapi tantangan tersebut.

Dengan maraknya kasus perundungan atau bullying di sekolah, kami selaku mahasiswa Psikologi yang sedang mempelajari mata kuliah Kesehatan Mental, pada awal bulan Desember ini memutuskan untuk melakukan kegiatan penyuluhan (psikoedukasi) tentang “Perundungan atau bullying” pada remaja di SMA Piri 1 Yogyakarta. Psikoedukasi yang kami laksanakan ini sekaligus sebagai wujud pelaksanaan tugas mata kuliah Kesehatan mental yang diampu oleh bapak FX. Wahyu Widiantoro S.Psi., MA. Tema tersebut kami pilih karena merasa bahwa permasalahan sosial di kalangan remaja merupakan pemasalahan yang serius dan dapat berdampak besar pada kondisi psikologis atau mental generasi muda bangsa. Selain itu, akibat paling serius dari perundungan atau bullying ini bisa sampai menyebabkan hilangnya nyawa.

Sebelum melaksanakan kegiatan psikoedukasi di SMA PIRI 1 kami mengurus surat pengantar dari kampus untuk perijinan kepada pihak sekolah. Setelah prosedur perijinan selesai maka pada Kamis, 7 Desember 2023 dari pukul 10.00-11.00 WIB kami di beri ijin untuk mengisi salah satu kelas yang kosong karena tidak memiliki jadwal remedial sehingga bisa dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan psikoedukasi tentang “Bahaya dari Bullying”. Kelas tersebut memiliki siswa berjumlah sekitar 15 orang, namun pada hari tersebut beberapa siswa berhalangan hadir.  

Dalam waktu yang singkat tersebut kami harus mengemas konsep kegiatan psikoedukasi secara menarik, seru namun pesan juga harus mampu tersampaikan kepada para siswa secara tepat. Dalam penyuluhan ini ada 3 mahasiswa yang bertugas, yaitu satu menjadi moderator dan 2 lainnya bertugas menyampaikan materi. Acara dimulai dengan perkenalan singkat,  setelahnya kami adakan ice breaking untuk mencairkan suasana agar siswa dapat bersemangat kembali. Setelah siswa mulai bersemangat kembali, barulah pemateri pertama memberikan penjelasan tentang arti bullying, siapa saja pelaku bullying itu dan apa saja bentuk perilakunya. Setelah itu, dilanjutkan oleh pemateri 2 yang menjelaskan tentang usaha pencegahan perilaku bullying baik secara asertif maupun  berdasarakan  konsep diri dari teori psikologi self acceptance yang dikembangkan Carol Ryff. Kegiatan ini juga diselingi bermain peran, sesi tanya jawab dengan kuis berhadiah dan beberapa fakta serta mitos tentang “bullying” yang harus diketahui siswa.

Menurut Coloroso (2007:14) bullying merupakan tindakan intimidasi yang dilakukan pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah, tindakan penindasan ini dapat diartikan sebagai penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau kelompok sehingga merasa tertekan, trauma, dan tidak berdaya. Tindakan ini juga dilakukan secara berulang. Bullying bukanlah perilaku baru. Perilaku ini sudah terjadi sejak lama namun mungkin istilah “bullying” baru dikenal akhir-akhir ini.

Dalam penelitian Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005) alasan seseorang melakukan bullying adalah karena korban mempunyai persepsi bahwa pelaku melakukan bullying karena tradisi, balas dendam karena dia dulu diperlakukan sama (menurut korban laki-laki), ingin menunjukkan kekuasaan, marah karena korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan, mendapatkan kepuasan (menurut korban laki-laki), dan iri hati (menurut korban perempuan). Bentuk bullying inipun ada beberapa jenis. Barbara Coloroso (2006:47-50) membagi jenis-jenis bullying ke dalam empat jenis, yaitu : 1) Bullying secara verbal, 2) Bullying secara fisik, 3) Bullying secara relasional, dan 4) Bullying elektronik. Pada umumnya untuk anak laki-laki lebih banyak menggunakan bullying secara fisik dan anak perempuan banyak menggunakan bullying relasional/emosional.

Kegiatan edukasi yang kami lakukan pada murid remaja SMA PIRI 1 YOGYAKARTA bertujuan agar para siswa ini punya pemahaman yang baik tentang apa itu perilaku perundungan (Bullying). Dalam sesi mitos fakta beberapa siswa berpendapat bahwa biasanya korban perundungan takut untuk melapor karena merasa terancam. Pendapat ini benar, dalam kasus perundungan banyak korban enggan melapor ke guru atau orangtua karena merasa terancam oleh pelaku perundungan. Sikap inilah yang perlu diedukasi supaya korban ataupun saksi perundungan berani melaporkan  adanya perilaku bullying agar perilaku tersebut bisa terhenti.

Pada pemaparan materi kami memberikan edukasi terkait sikap dan konsep diri yang seharusnya dimiliki oleh individu baik itu anak ataupun remaja untuk menangkal perilaku bullying. Sikap tersebut diantaranya adalah sikap asertif yaitu sikap dimana individu mampu menolak tegas apa yang dilakukan oleh orang lain kepada dirinya. Sikap ini penting sekali karena biasanya perilaku bullying terjadi secara berulang dan dalam jangka waktu cukup lama karena korban diam saja dan tidak mampu menyampaikan apa yang dirasakannya. Konsep diri dari teori psikologi yang dikembangkan oleh Carol Ryff yaitu self acceptance  atau penerimaan diri juga merupakan salah satu konsep diri yang efektif untuk mencegah perilaku perundungan bagi siswa. Penerimaan diri adalah konsep dimana individu mampu menerima dirinya secara penuh baik keadaan fisik ataupun kemampuan yang ada dalam diri baik itu positif ataupun negatif. Individu yang punya konsep penerimaan diri yang baik tidak akan mudah terpengaruh dengan sikap bullying dari luar dan tidak mudah merasa stress atas penilaian orang lain terhadap dirinya. Yakin akan standar-standar dan pengetahuan terhadap dirinya tanpa terpaku pada pendapat orang lain (Halawa and Lase, 2022b).

Harapan kami melalui kegiatan psikoedukasi seperti ini para siswa akan lebih menyadari bahwa perilaku perundungan bisa terhenti dengan peran aktif dari siswa itu sendiri. Konsep diri yang baik, sikap asertif dan mau melapor adalah cara-cara mencegah perundungan di lingkungan sekolah. Selain itu para siswa juga bisa menjadi agen-agen anti bullying dengan melakukan berbagai kegiatan kampanye anti bullying melalui platform media sosial ataupun kegiatan di sekolah. Gencarnya kampanye anti bullying akan memeperkecil potensi terjadinya perilaku bullying di lingkungan sekolah.

 

DAFTAR PUSTAKA :

Coloroso, Barbara. (2006). Penindas, Tertindas, dan penonton. Resep Memutus Rantai Kekerasan Anak dari Prasekolah Hingga SMU. Jakarta: Serambi.

Coloroso. (2007). Stop Bullying : Memutuskan rantai kekerasan anak dari persekolahan hingga SMA. Jakarta : Serambi Ilmu Semesta.

Halawa, N., & Lase, F. (2022). Mengentaskan Hoax Dengan Membaca Pemahaman Di Era Digital. Educativo: Jurnal Pendidikan, 1(1), 235-243.

Riauskina, I. I., Djuwita, R., & Soesetio, S.R. (2005). “Gencet-gencetan” di mata siswa/siswi kelas 1 SMA: Naskah kognitif tentang arti, scenario, dan dampak “Gencet-gencetan”. Jurnal Psikologi Sosial, 122(1). 1-13.

Walsh, J. (2010). Psychoeducation in mental health. Oxford University Press.

 

 

 

 

 

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar